Wawancara Ustad Ahmad Rifai – 13 Desember 2017


Wawancara kami yang kelima dilakukan dengan Ustad di kafe Kolary yang berada di dekat Binus University. Pertanyaan pertama dibuka mengenai topik keadaan toleransi umat beragama di Indonesia sekarang ini. Pak Ustad sendiri berpandangan bahwa keadaan toleransi di Indonesia kurang ideal sebab di beberapa tempat masih banyak terjadi sikap intoleran di kalangan masyarakat. Faktor dimana kita sendiri sudah jauh dari ajaran agama kita yang asli juga patut dipertimbangkan dalam penyebab intoleransi di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, intoleransi dapat mengakibatkan adanya konflik-konflik di tengah masyarakat. Mengenai konflik-konflik, khususnya konflik agama, yang pernah terjadi di Indonesia, Pak Ustad berpendapat bahwa hal itu disebabkan tidak hanya dari intoleransi saja tapi juga dikarenakan kurang menyeluruhnya ilmu agama yang dipelajari oleh umat. Umat belajar agama dari para pemuka agama yang menyampaikan pesan agama dimana pesan-pesan itu sendiri sudah cukup jauh dari pesan aslinya sehingga ada kemungkinan misinformasi ataupun beberapa penyimpangan. Hal ini mengakibatkan umat memiliki pemahaman parsial terhadap agama yang mereka anut. Ini dapat berujung ke aliran radikalisme yang tentunya merugikan masyarakat banyak.

Cara kita meningkatkan toleransi terutama di era globalisasi dimana semua orang dengan mudah bisa mendapatkan informasi, entah itu benar atau tidak adalah dengan meningkatkan pembelajaran yang dilakukan oleh para ulama dan tokoh-tokoh agama. Para ulama dan tokoh-tokoh agama ini kiranya lebih sering memberikan ilmu atau nasehat-nasehat agama kepada masyarakat dengan ilmu dan nasehat yang lebih mendalam atau lebih dicari dari sumber aslinya. Sehingga toleransi dapat terwujud di masyarakat luas. Hal yang dapat mempertahankan toleransi antar umat beragama berasal dari hal yang simpel terlebih dahulu yaitu menjalankan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara. Apabila kita bisa menjalankannya dengan baik, maka secara tidak langsung juga toleransi akan terwujud pula sebab toleransi juga termasuk dalam kewajiban sebagai warga negara.



Dalam ajaran agama Islam, toleransi antar umat beragama bukanlah toleransi beragama. Ada suatu kisah sahabat nabi dimana ia berkunjung gereja sebagai pemimpin, kepala negara, dan tokoh agama, sahabat itu menghormati pemeluk agama lain saat menjalankan ibadahnya. Sahabat itu masuk ke tempat ibadah untuk memperhatikan kondisi gereja itu. Namun, saat ibadah dan ingin melaksanakan sholat, sang sahabat melakukan sholat di luar gereja tersebut. Inilah toleransi antar umat agama yang dianut oleh ajaran Islam yaitu toleransi dalam memberikan dan menjaga hak dan kewajiban agar bebas dan nyaman dalam menjalankan ibadahnya menurut kepercayaan dan keyakinannya tanpa ada gangguan dari pihak lain pada tempat yang diperbolehkan secara hukum untuk melakukan kegiatan ibadah. Untuk berkunjung dan sillahturahim ke tempat ibadah lain itu sah-sah aja, namun tidak boleh melakukan ibadah agama Islam di tempat ibadah lain walaupun diizinkan. Hal ini berlaku juga sebaiknya.

Menurut Pak Ustad, yang bisa dilakukan untuk mengurangi konflik antar agama adalah dengan saling menghormati dan menghargai. Apabila di depan umum janganlah kita sampai menghina atau merendahkan agama orang lain. Sebab konflik antar agama biasa terjadi karena seseorang merasa ia memiliki agama yang paling benar dan itu ia ungkapkan di publik, seperti media sosial, dimana orang-orang belum tentu sepahaman dengan dia. Sebenarnya boleh saja apabila kita menyatakan hal seperti itu tetapi lebih baik diberitahukan kepada komunitas yang seagama agar tidak terjadi intoleransi. Intoleransi juga dapat mengakibatkan kekerasan di publik. Melihat isu kekerasan yang terjadi di Indonesia sekarang, menurut Pak Ustad upaya yang dilakukan sudah cukup baik. Hanya saja perlu dilakukan intensifikasi dari pemerintah sendiri untuk lebih memerhatikan para pemuka-pemuka agama untuk mempererat komunikasi antar umat beragama. Selain itu, tindakan dari para pemuka agama terhadap kekerasan yang terjadi juga sudah terbilang bagus walaupun yang mereka dapat lakukan hanyalah memberika nasehat dan mengarahkan masyarakat supaya tidak bertindak anarkis. Tetapi masyarakat sendiri sudah cukup kooperatif dengan para pemuka agama tersebut.



Pertanyaan kami pun menyinggung topik anak muda jaman sekarang yang kebanyakan telah menyimpang dari agama yang mereka anut. Pak Ustad mengatakan bahwa kita hidup di era yang sudah jauh dari ketika agama pertama kali dibawa oleh para nabi dan rasul dan jarak inilah yang mengakibatkan keaslian dari sumber agama berkurang. Ini mengakibatkan pembelajaran agama yang diterima generasi sekarang menjadi setengah-setengah. Pemahaman setengah-setengah inilah yang dapat menjadi pemahaman yang radikal terutama di kalangan anak muda, dan ini menimbulkan aliran-aliran sesat di dalam agama. Oleh karena itu, anak muda haruslah kritis dan teliti dalam mencari  sumber asli dari agama yang mereka miliki dan harus mempelajari agama yang mereka anut secara keseluruhan, jangan parsial sebab dapat berujung intoleransi apabila salah dalam metode pembelajarannya. Masalah lain dengan anak muda adalah, kita hidup di jaman teknologi dimana teknologi lebih menarik dibandingkan belajar agama. Ini adalah tugas bagi para pemuka agama untuk melakukan terobosan-terobosan dalam dunia teknologi yang sudah canggih ini, bagaimana ajaran agama itu bisa dinikmati oleh anak-anak muda, bahwa ajaran agama itu bisa menjadi daya tarik tertentu bagi anak-anak muda yang memang saat ini lebih tertarik pada dunia-dunia hiburan, dunia entertain, terutama yang berkenaan dengan dunia teknologi dan informasi. Mungkin orang berpikiran untuk mengubah cara ibadah supaya lebih dinamis atau lebih mengikuti perkembangan jaman namun yang sebenarnya terjadi adalah cara ibadahnya sama saja melainkan sarana untuk melakukannyalah yang berbeda-beda.

Dalam era sekarang, yang paling memengaruhi umat beragama bagi kaum muda adalah anak muda juga. Ini tugas pula bagi para pemuka agama agar dapat menjadi teladan bagi generasi muda. Banyak faktor yang memengaruhi peningkatan dan penurunan rasa toleransi antar umat beragama di kalangan muda diantaranya adalah keinginan untuk segala sesuatu itu instan. Sedangkan, sangat mustahil bagi siapapun untuk mempelajari agama secara instan dan cepat. Oleh karena itu, anak-anak yang muda ini terutama yang memahami agama, hanya mempelajari dan memahami agama tersebut sebagian (parsial). Pembenaran secara parsial dan dangkal inilah yang dapat merugikan orang lain. Untuk itu, generasi muda harus mempelajari agama dengan lengkap kepada orang yang berkompeten.

Sebagai penyuluh agama, Pak Ustad mengatakan bahwa sudah menjadi tugas para Da’I untuk mengajak masyarakat agar lebih taat kepada ajaran agama, lebih taat kepada ibadah, dalam menjalankan ibadah dengan harapan orang akan menjadi lebih bijak dalam hal menghargai sesame. Dengan cara seperti itulah, para pemuka agama mengajak masyarakat, artinya bahwa kita sebagai orang Indonesia, walaupun Islam misalnya, meskipun mayoritas bukan berarti mereka memiliki kekuasaan sewenang-wenang dalam rangka menjalankan ibadah agamanya. Tetap mereka harus menghargai, menghormati kebebasan beribadah agama lain. Sebab menjadi kaum minoritas di suatu lingkungan terkadang menghadirkan perasaan terintimidasi. Apalagi ada suatu hal yang menurut si kaum minoritas ini benar dan kaum mayoritas ini salah. Tentu di lingkungan dimana perasaan saling menghargai kurang di anggap, suara kaum minoritas juga akan tenggelam dan tak didengarkan. Hal yang dapat dilakukan kaum minoritas ini adalah bersabar dan berusaha untuk mengubah pandangan kaum mayoritas agar lebih terbuka dengan sedikit demi sedikit.

Pesan bagi anak-anak muda, terutama yang baru belajar agama adalah cobalah untuk lebih kritis terhadap ajaran agama yang didapatkan, jangan sekedar menerima ajaran atau doktrin yang diterima dari tokoh atau pemuka agama. Dengan mengkritisi maka kita juga lebih dapat memahami ajaran agama tersebut. Selain itu, anak muda juga harus lebih bisa menjaga emosi, sehingga jangan karena masalah sepele lalu langsung mengatasnamakan agama untuk melakukan tindakan radikal atau menganiaya pemeluk agama lain. Ditambah lagi kita haruslah mau menerima pendapat dari berbagai macam sumber. Janganlah menutup mata hanya untuk satu sumber saja karena itu dapat mengakibatkan radikalisme agama. Dan untuk Indonesia sendiri, diharapkan Indonesia menjadi negara yang memiliki kekuatan hukum yang tegas. Artinya, seringkali karena kekuasaan itu ditegakkan golongan tertentu, kekuasaan dipegang oleh etnis tertentu atau suku bangsa tertentu menyebabkan ketidakadilan bagi suku bangsa lain. Jadi diharapkan pemerintah membuat undang-undang, terutama undang-undang kepada tindakan radikalisme, yang membuat para pelakunya jera sehingga tidak mau mengulangi apa yang ia lakukan.


Link ke transkrip hasil wawancara: 

https://drive.google.com/open?id=1MgZVBTqsL09YoeXLdJ6Nz9-WbdPKOI9r

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *