Wawancara Banthe Gupta- 4 Desember 2017

 


Wawancara ketiga kami lakukan dengan Bante Gupta di Vihara Ekayana. Wawancara kali ini kami lakukan bersamaan dengan kelompok lain yang berbeda jurusan dengan kami dikarenakan viharanya sendiri yang meminta untuk dilakukan secara bersamaan agar tidak repot. Pertanyaan pun dimulai dari kelompok lain yang menanyakan peran agama terhadap perdamaian dunia. Bante pun menjelaskan bahwa peran agama yang sudah pasti adalah menuntun umatnya ke arah yang lebih baik namun yang berperan membawa kedamaian adalah bagaimana umat dan institusi mempraktekan agama yang ia anut. Apabila dipraktekan dengan baik maka tentu akan menciptakan kedamaian dan kebahagiaan bagi lingkungan di sekitarnya.

Pertanyaan pun lanjut ke kelompok setelahnya yang menanyakan pendapat Bante apakah konflik antar umat beragama masih banyak atau tidak di Indonesia ini. Menurut pendapat Bante sendiri dari tahun ke tahun Indonesia tidak jauh dari konflik sebagaimana negara pada umumnya. Tetapi yang mengakibatkan sebuah konflik itu melebar dan menjadi masalah besar apabila peran pemerintah dan insitusi agamanya kurang. Apabila pemerintah dan institusi agama ikut berperan dalam menanggulangi masalah, biasanya masalah cepat diselesaikan. Namun belakangan ini, dari apa yang Bante lihat, pemerintah dan institusi agamanya kurang berperan sehingga banyak menyebabkan tindakan ekstremis dimana-mana yang dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik. Pertanyaan selanjutnya di berikan oleh salah seorang anggota kami yang bertanya mengenai apa yang Bante telah lakukan untuk meminimalisir ada nya konflik-konflik yang mengatasnamakan agama dan menurut Bante yang bisa dilakukan adalah edukasi. Edukasi yang seperti contohnya adalah memberikan pandangan kepada kami semua yang hadir bahwa tidak ada konflik agama melainkan konflik kepentingan yang mengatasnamakan agama. Hal-hal seperti inilah yang harus terus dilanjutkan agar orang-orang berpikiran terbuka dan melihat hal yang tidak hanya di permukaannya saja, terutama mengenai berita-berita yang beredar di media sosial.

Kelompok selanjutnya pun menanyakan hal seputar formalisme dan radikalisme agama yang memiliki artian mengembalikan agama seperti jaman dulu yang kaku dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman sekarang. Bante berpendapat bahwa kebanyakan gerakan yang bersifat radikalisme di jaman sekarang itu semuanya berdasarkan kepada ego yang dimiliki oleh manusia. Mereka semua merasa agama merekalah yang paling benar. Padahal agama sendiri sifatnya tidak seperti ujian pilihan ganda dimana salah satu benar yang lain salah. Agama tidak bisa dibandingkan satu sama lainnya. Perbandingan antar agama bisa dikarenakan faktor kenegaraan seperti Irak dan Iran, dan juga faktor musuh bebuyutan seperti misalnya yang satu megnanut aliran Islam yang berbeda. Pandangan yang melihat bahwa “Kamu berbeda dengan saya maka kamu salah dan kamu harus musnah” haruslah dihilangkan sebab apabila ditilik lebih dalam lagi, semua agama mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga untuk orang Indonesia, jalan supaya mencegah adanya tindakan-tindakan radikalisme adalah dengan mempelajari landasan dasar negara yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa kita.



Tentang formalitas, banyak usaha-usaha yang telah diterapkan, misalnya saja oleh agama Buddha, backgroundnya adalah India 2600 tahun yang lalu. Ada beberap nilai yang masih berlaku sampai sekarang tetapi ada nilai yang hanya berlaku di India pada saat itu saja. Tentu tidak dapat dipakai mentah-mentah di jaman sekarang. Oleh karena itu agama haruslah disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sebab agama tidak bisa dipahami secara tekstual saja tetapi dipahami pula semangat yang ada di dalamnya sehingga agama terus dapat berkembang. Sebagai contohnya, di agama Buddha ada sebuah praktek keagaamaan dimana apabila ada ajaran yang dianjurkan oleh Buddha namun ditolak oleh masyarakat sekitar maka janganlah lakukan ajaran tersebut dan bila ada ajaran-ajaran di masyarakat itu yang baik dilakukan walaupun tidak diajarkan dalam agama Buddha, tetap harus dipatuhi oleh umatnya.

Mengenai topik formalisme dan radikalisme, Bante berpendapat bahwa kedua hal ini semakin memengaruhi negara Indonesia sebab semakin banyak orang yang bersifat radikal dan intoleran. Ini menyebabkan kurangnya kedamaian di negeri ini dan nantinya juga akan mengafeksi kesejahteraan hidup bersama di masyarakat. Bante setuju dengan ide sekularisme namun tentunya ini akan bertolak belakang dengan dasar negara kita oleh karena itu sebenarnya Indonesia sudah benar dalam mengambil jalan tengah dimana Indonesia tidak murni sekuler tetapi bukan negara agama pula. Ini adalah hal yang baik, ketika dalam produk-produk hukum yang terjadi yang dihasilkan tetap menghargai pandangan-pandangan agama, tetapi hukum tetap harus berjalan di atas semuanya. Ini menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi konflik-konflik di Indonesia sehingga masyarakat tidak main hakim sendiri. Selain itu insitusi keagamaan dan pendidikan juga harus ikut berperan dalam mengatasi konflik-konflik tersebut sebab melalui edukasi lah masyarakat dapat diajarkan mengenai nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan, dan korelasi. Sehingga apabila terjadi konflik antara dua kubu, institusi keagamaan juga berperan dalam proses peleraian namun tentunya kadang institusi keagamaan tidak bisa hadir sepenuhnya di sana dan disinilah peran masyarakat yang teredukasi bekerja, dimana masyarakat bisa berpikir logis dan masalah tidak menjadi lebih besar.

Ketika diberikan pertanyaan mengenai edukasi, Bante menjawab bahwa edukasi dapat dilakukan dari berbagai jalur baik formal maupun non-formal. Edukasi terhadap umat di lingkungan Ekayana dilakukan secara non-formal dalam artian umat akan diajarkan dengan berbagai macam aliran buddhis sebab Buddha sendiri memiliki beberapa aliran yang bermacam-macam, agar umat dapat memahami ceramah-ceramah yang disampaikan dari berbagai sudut pandang. Ajaran yang paling ditekankan adalah nilai yang paling dasar seperti tidak boleh menjelekkan agama ataupun sekte lain, lalu diajarkan pula cinta kasih dan universalisme.



Menurut Bante, golongan yang mudah untuk terpengaruhi radikalisme adalah golongan yang individualistik, yang tidak mau terbuka, dan orang-orang yang kurang pendidikan pula. Sebab apabila seseorang bersikap terbuka baik dari pergaulan maupun perkembangan di sekitarnya, maka mereka akan semakin sulit untuk di indoktrinasi dengan nilai-nilai yang radikal. Golongan yang bersifat individualistik itu juga bisa saja berupa orang-orang yang memiliki kekecewaan terhadap pemerintahan dan sistem oleh karena itu salah satu caranya adalah kita jangan terlalu mempercayai atau memberi dukungan kepada seseorang secara seratus persen. Sebab dunia tidaklah hitam putih melainkan perbauran dari kedua warna tersebut.

Pertanyaan selanjutnya diberikan oleh kelompok lain yang menanyakan apa peran dari tokoh agama untuk mempertahankan persatuan Indonesia dan apa tindakan yang akan diberikan kepada umat yang berusaha untuk memecahkan persatuan tersebut. Dari Bante sendiri, tentu akan diusahakan lewat jalan edukasi yang menekankan keharmonisan dan toleransi serta sikap saling menghargai. Sekaligus mengajarkan umatnya untuk menjalankan ibadahnya dengan baik dan benar. Dari segi eksternalnya, adalah dengan menjalin hubungan baik dengan lingkungan sekitar institusi. Untuk tindakan yang diberikan kepada umat yang berusaha memecahkan persatuan adalah dengan mengajak mereka berdialog dan berkomunikasi. Dinasehatin dengan baik dan apabila masih tidak bisa pula maka tindakan selanjutnya adalah ekskomunikasi atau pengeluaran orang tersebut dari institusi sebab institusi tidak mau bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan. Apabila tindakannya lebih parah, tentu akan dibawah ke ranah hukum.

Pesan yang dapat disampaikan oleh Bante kepada anak-anak muda untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama adalah tetap menjaga keterbukaan dan saling menghargai. Jangan membatasi diri untuk berteman dengan satu etnis atau agama saja. Kita juga harus menghargai bagaimana orang mempraktekkan agama mereka sekaligus kita jangan asal menelan informasi-informasi yang didapatkan secara bulat-bulat. Kita harus memeriksa kebenaran dari informasi tersebut dan jangan asal menyebarkannya kepada orang lain. Untuk toleransi ke depannya, tentu kita semua ingin hidup di negara dimana seluruh unsur masyarakatnya saling menghormati dan menghargai. Tentu butuh usaha, usaha minimal sudah pasti dari diri kita masing-masing. Kita juga tidak boleh menjadi orang yang apatis dan cuek terhadap dengan apa yang terjadi di sekitar kita sebab kita juga bagian dari ini dan akan menjadi korban pula apabila kita tidak membantu.


Link ke transkrip hasil wawancara: 

https://drive.google.com/open?id=1N5vva9vNj33TDTslLaSNNQLlkR4Cs-k3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *