Wawancara Romo Petrus Ece Muda – 7 November 2017


Wawancara kedua kami lakukan dengan Romo Ece, yang memiliki nama lengkap Petrus Ece Muda, yang sedang menjadi mahasiswa pula di Binus University. Beliau merupakan pastur sekaligus guru seminari di Gereja Katolik Santo Yosef yang berada di bawah naungan Paroki Tanah Boleng. Wawancara kami lakukan di Kafe Tereo yang berada di Binus Square. Pertanyaan pun dimulai dari salah seorang anggota kami yang menanyakan keadaan toleransi antar umat beragama di Indonesia sekarang ini. Romo pun menjawab bahwa keadaan toleransi di berbagai wilayah sangatlah berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagai contoh di wilayah Romo sendiri, toleransi antar umat beragamanya sangatlah tinggi sehingga jarang sekali terjadi kekacauan ataupun kerusuhan walaupun di sana hampir semua agama itu ada. Ini pun ada bantuan dari pemerintahnya, sehingga kerap kali diadakan acara-acara dimana para pemuda di sana yang berasal dari agama yang berbeda-beda diharapkan untuk hadir dalam kegiatan tersebut agar mereka dapat mengenal satu sama lainnya.

Pertanyaan pun berlanjut ke keadaan konflik-konflik agama yang pernah terjadi di Indonesia. Menurut Romo Ece, konflik-konflik yang pernah terjadi di Indonesia bukanlah dari agamanya, sebab agama selalu mengajarkan yang baik dan benar kepada umatnya. Yang menjadi masalah adalah hal-hal lain yang masuk ke dalam ranah agama atau agama yang dibawah keluar dari porsinya untuk dibawa ke kepentingan-kepentingan lain. Cara untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama di era globalisasi ini ada dua jalan, lewat agama itu sendiri atau dari pemerintah seperti mengundang kaum pemuda untuk bertemu dalam kegiatan-kegiatan bersama. Dengan banyaknya hal seperti ini, tentunya akan meminimalisir hal-hal yang bisa muncul karena perbedaan yang nantinya dapat berujung ke konflik-konflik yang tidak diinginkan.

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama menurut Romo Ece adalah dengan pertemuan antara pemimpin-pemimpin agama. Semakin sering diadakan diskusi atau dialog yang lambat laun juga melibatkan umat-umat yang berada di kalangan bawah pula. Ini dapat dimulai dari tindakan-tindakan kecil seperti bertemu di kegiatan-kegiatan yang diadakan lalu nanti naik tingkat lagi ke saling mengunjungi satu sama lain. Salah seorang anggota kami, Stelli, menanyakan apakah Romo Ece pernah terlibat dalam salah satu musyawarah agama di daerah romo sendiri dan apakah musyawarah seperti itu efektif dalam menyelesaikan masalah tentang agama. Romo pun menjawab bahwa ia sendiri tidak pernah terlibat dalam sesuatu yang secara formal disebut sebagai musyawarah agama tetapi di gerejanya dulu selalu ada pertemuan. Pertemuan-pertemuan ini selalu mengundang pihak-pihak dari agama lain untuk berbicara dan menyampaikan hal-hal  yang sesuai dengan pokok pembicaraannya. Hal ini sangatlah bagus untuk diterapkan sebab ini membantu untuk mebawa suasangal lingkungan yang lebih baik.



Satu masalah yang sering ditemukan dalam kaum pemuda adalah ketertarikannya terhadap teknologi dibandingkan datang ke acara keagamaan. Dari Romo Ece sendiri, ia menjabarkan bahwa untuk merancang kegiatan dimana kaum muda diharapkan untuk datang itu haruslah orang muda sendiri yang merancang. Sebab apabila dirancang oleh orang tua, maka acara akan bubar. Sehingga beberapa orang muda haruslah datang untuk merancang kegiatan untuk teman-teman mereka sebab merekalah yang tau jiwa muda itu seperti apa. Perbedaan generasi merupakan salah satu kesulitan yang harus dihadapi dalam rangka perancangan kegiatan-kegiatan seperti itu.

Langkah-langkah yang bisa diambil oleh anak muda dalam mengurangi konflik-konflik antar agama ataupun yang membawa nama agama adalah dengan mengusahakan toleransi secara lebih lagi. Jadi setiap pemimpin agama haruslah mengajarkan mengenai toleransi terhadap orang mudanya sendiri. Semisalnya di gereja Katolik, ada yang namanya Orang Muda Katolik. Mereka bisa diberikan pembinaan, kegiatan-kegiatan dan lain sebagainya. Perlu juga pertemuan antar pemuda lain agama yang dapat dilakukan sesering mungkin karena akan berdampak bagus. Dengan pertemuan-pertemuan semacam ini mereka jadi mengetahui hal-hal yang ada dalam agama lain dan diharapkan untuk bisa saling menerima dan menghargai. Tetapi tentu saja ada kendala yang sering muncul, terutama di OMK yang baru berdiri di sebuah gereja seperti yang dialami oleh Stephanie. Kendala ini berupa anak-anak muda yang belum terlalu aktif dalam organisasi semacam ini.

Satu hal yang harus dipertimbangkan ketika ingin mengadakan acara untuk para pemuda adalah saat mau mengadakan suatu kegiatan harus dipikirkan dari segi jenis kegiatan, waktu, dan siapa yang akan hadir. Sebab kalau waktu yang dipakai adalah waktu romo maka kegiatan yang akan dijalankan adalah kegiatan yang datang dari Romo. Terkadang ini tidak cocok dengan orang-orang muda. Sehingga kegiatan yang diadakan betul-betul harus menggerakan mereka dan melibatkan mereka untuk bisa hadir. Namun, ide dimana cara menarik para pemuda itu dengan memberi mereka imbalan tetapi menurut Romo Ece itu berbahaya bagi acara-acara selanjutnya sebab apabila di acara selanjutnya tidak diberikan apresiasi atau imbalan, nantinya orang-orang itu akan menghilang. Yang diharapkan dalam organisasi dalam gereja Katolik adalah kelompok-kelompok yang bukan saja menerima tetapi memberi juga bisa dalam bentuk uang ataupun barang. Sehingga mereka tidak hanya memberikan waktu dan tenaga tetapi juga memberikan apa yang mereka bisa berikan untuk kepentingan bersama yang lebih luas.

Kembali ke topik tentang permasalahan yang ada di masyarakat, pemerintah bisa dikatakan sudah cukup berperan dalam penekanan konflik-konflik tadi tapi belum juga bisa dikatakan efektif sebab masih banyak yang salah tafsir terhadap fasilitas yang telah diberikan pemerintah itu. Yang menjadi tujuan utama bagi orang yang datang adalah imbalan yang diberikan oleh pemerintah, alias uang. Mereka datang, duduk di pertemuan, keluarkan pertanyaan dan dapat uang. Jangan sampai itu tetap menjadi tujuan utama. Selain itu, kebanyakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah bersifat proyek. Jarang orang-orang muda yang mau terlibat dalam proyek tersebut sebab proyek cenderung menguntungkan bagi orang-orang yang mengurusi saja dan bukannya kepada orang-orang muda. Untuk pencegahan adanya “dalang” dalam acara-acara keagamaan seperti itu, di wilayah Romo Ece sudah ada komunikasi sejak awal. Dalam komunikasi itu dijabarkan secara jelas berapa biaya yang dibutuhkan, siapa saja yang akan terlibat dan sebagainya.



Mengenai topik kebebasan dalam menjalankan ibadah di lingkungan mayoritas, Romo Ece berpendapat bahwa ini berhubungan dengan toleransi dan toleransi merupakan hal yang bagus. Tolerir artinya membiarkan, membiarkan orang boleh bertumbuh, berkembang, dalam arti toleransi antarumat beragama, dalam arti, kita membiarkan orang lain untuk melakukan yang lain dari kita, tanpa kita menghalangi tanpa kita mengganggu. Tetapi sering saja terdengar adanya pelarangan kegiatan beragama di suatu tempat dan jujur Romo sendiri bingung sebab di wilayahnya dia semua orang dapat menjalankan ibadah mereka masing-masing dengan bebas tanpa adanya kendala apapun. Bisa dikatakan orang-orang haruslah mempunyai pemahaman yang benar satu sama lain agar hal ini dapat terjadi. Hal ini dapat terjadi apabila adanya komunikasi antara kedua belah pihak. Peningkatan dialog dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat yang terdiri dari beragam agama. Tapi bisa juga ditemukan orang-orang yang memang tidak mau untuk diajak berkomunikasi terutama di lingkungan perkotaan. Sulitnya adalah situasi tempat tinggal di wilayah perkotaan sangatlah membatasi masyarakatnya untuk bersosialisasi. Tetapi pada dasarnya apabila mau mengajak orang memahami dalam kegiatan-kegiatan agama yang berlainan dengan agama yang mereka miliki, itu masihlah dapat terjadi. Salah satu caranya adalah dengan menghilangkan kecurigaan dan judgement terlebih dahulu.

Melihat permasalahan yang sering timbul akibat agama, banyak masyarakat yang berandai-andai apakah Indonesia lebih baik menjadi negara yang sekularisme untuk mengurangi masalah yang sering timbul tetapi ini tentunya bertentangan dengan ideologi negara. Indonesia menjunjung tinggi pluralisme dalam segala hal, dimana salah satunya adalah agama seperti yang tersirat dalam sila pertamanya. Walaupun begitu masih bisa ditemukan adanya aksi bom di beberapa tempat ibadah, pembakaran dan sebagainya. Ini diakibatkan adanya pandangan radikalisme dan paham radikal tidaklah cocok untuk diterapkan di negara seperti Indonesia. Semuanya bermula pada orang-orang mudanya lagi tetapi ada perilaku dari generasi muda yang terkadang menyimpang dari agama sehingga memunculkan konflik bahkan parahnya, sampai memperparah paham radikal tersebut. Ini sebagian besar disebabkan oleh kesenjangan ekonomi yang mengakibatkan beberapa generasi muda tidak melanjutkan pendidikan. Kurangnya pendidikan ini berdampak pada moral yang mereka miliki pula. Orang tua dilawan, dan apabila orang tua saja dilawan apalagi aparat keamanan. Seharusnya keluarga menjadi tempat anak-anak mendapat pendidikan pertama kali tetapi ketika itu tidak diperoleh oleh anak maka mereka akan mencari keluar. Dalam perkembangannya anak-anak itu mencapai usia remaja, usia muda, kehidupan berkelompok mereka itu akan sangat berpengaruh. Ada sebab-sebab lain lagi sudah di luar ancaman, misalnya sebab-sebab psikologis dan segala macem orang punya kecenderungan untuk berkumpul bersama kelompok, mempertahankan kelompok, mencari identitas untuk kelompok, dengan berbagai macam kegiatan yang mereka lakukan, supaya mereka menjadi dikenang. Jadi untuk menangani orang-orang muda dan orang-orang dewasa perlu punya pemahaman tentang orang-orang muda juga. Cara untuk memperkenalkan toleransi dan meningkatkan kerukunan di wilayah Romo Ece adalah kegiatan-kegiatan tahunan yang sering diadakan oleh gereja sekaligus pemerintah daerah. Kegiatan tersebut berupa retret atau camping dan sebagainya. Dan tidak hanya orang-orang yang berlainan agama tetapi juga berlainan adat, sehingga lebih tepat disebut sebagai pertemuan antar adat dan apabila tidak datang ke pertemuan tersebut, konsekuensi berupa cercaan dalam masyarakat tidak dapat dihindarkan.

Dari pandangan Katolik cara bertoleransi dengan agama atau ras suku yang berbeda banyak diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, misalnya di sekolah Katolik, melalui kurikulum ataupun keadaan sekolah Katolik yang umumnya memiliki siswa dengan beranekaragam agama sehingga mereka telah dididik untuk hidup berdampingan sejak kecil. Pembelajaran lainnya didapatkan dari orangtua sendiri. Ditambah sekarang adalah jaman sosial media dimana sosial media memiliki dampak buruk tetapi juga memiliki dampak bagus. Ini juga harus dididik agar orang memiliki moral yang bagus sebab dengan moral tersebut dia dapat menggunakan sosial media untuk kepentingan yang baik.



Terkadang orang-orang muda sering menganggap bahwa ibadah yang dijalani itu terlalu monoton dan ada kemungkinan menjadi malas beribadah karena hal tersebut, menurut Romo Ece ini dapat ditanggulangi dengan proses inkulturasi. Misalnya di Jogja di gereja Kotabaru itu sangat dikenal dengan gereja orang muda karena ibadahnya itu warnanya tersendiri dengan adat lain jadi ada peluang untuk kita membuat suasana ibadahnya itu yang menarik orang-orang muda itu tetap ada tapi ada aturan-aturan tertentu yang tetap berlaku itu tidak boleh diganti. Dari segi pastur sendiri terkadang dijadikan alasan bagi para kaum muda yang malas untuk datang sebab ada dua tipe dimana yang satu terpaku dengan materi dan ada yang lebih mengajak kepada umatnya. Menurut Romo Ece, seharusnya pada saat homili haruslah dibuat semenarik mungkin agar umat mau mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan tetapi jangan sampai berlebihan sehingga keluar dari jalur.

Faktor penghambat bagi masyarakat untuk bertoleransi adalah kurangnya pemahaman yang berujung kepada sikap intoleransi misalnya di situasi-situasi sosial ekonomi yang dapat memengaruhi orang untuk bisa membuat suasana ricuh atau juga pada situasi politik tertentu pula. Pemahaman yang kurang ini juga bisa diakibatkan karena sekolah-sekolah jaman sekarang ini kebanyakan khusus mayoritas agama tertentu yang sangat disayangkan sebab dalam kebersamaan ada unsur saling mengenal, saling memahami, relasi-relasi yang biasa dari permainan dan segala macam antara satu anak dengan anak lain yang berbeda agama. Seharusnya apabila ada anak-anak yang kebetulan agamanya minoritasi disebuah sekolah, dipanggilkan guru khusus yang sesuai dengan agama yang mereka miliki sehingga anak tersebut tidak dipaksa untuk belajar agama yang menjadi mayoritas di sekolah tersebut. Pendidikan agama yang tepat agar dapat mengajarkan sikap toleransi pada anak-anak usia dini adalah pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai khusus dan nilai-nilai umum.

Pesan Romo Ece kepada anak muda dalam hal toleransi adalah tingkatkan pemahaman terhadap agama sekaligus terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Peningkatan ini tentunya akan mengafeksi toleransi mereka dalam artian membiarkan orang lain mengekspresikan imannya secara lain. Dari pemerintah, diharapkan pula penyediaan fasilitasi agar orang-orang muda dapat bertemu dan berbagi pengalaman satu sama lain sehingga hal-hal yang dilihat sebagai toleransi menjadi suatu nilai yang baik dan dapat terjadi. Untuk hidup di sebuah negara plural seperti Indonesia bukanlah hal yang mudah bagi orang muda sehingga orang muda diharapkan keluar dari diri sendiri dan lingkungan agama kita masing-masing dan mempelajari agama-agama lain. Harus melibatkan diri dengan kegiatan-kegiatan dimana ada kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang dengan agama yang berlainan dan yang terakhir adalah mengungkapkan iman kita dengan benar sebab dengan mengungkapkan iman kita dengan baik dan benar, kita juga akan dapat menghargai orang lain yang berbeda agama sebab diri kita sendiri jugalah beragama.


Link ke transkrip hasil wawancara :

https://drive.google.com/open?id=1qBuHjvxbIQD4idzHKwYrDbUtOo5tgV94

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *